Anak Berbakat, Kebutuhan Atau Kebahagiaan?

tempat penitipan balita aman, nyaman, dan edukatif
Anak Berbakat, Kebutuhan atau Kebahagiaan?
Pertanyaan mengenai anak berbakat merupakan kebutuhan atau kebahagiaan? Saya mempertanyakan hal itu karena seringkali saya mendapati para orang tua, terutama kaum wanita (Bunda), begitu serius ketika terlibat pembicaraan mengenai prestasi yang dicapai anak-anak. Bahkan tidak jarang saya mendapat kesan para Bunda saling berlomba memproklamirkan kehebatan anak-anak mereka. 

Fenomena ini semakin terasa sejak lebih dari lima tahun lalu dan salah satu mata rantai dari fenomena ini adalah booming pengembangan sekolah-sekolah unggulan beberapa tahun silam. Sampai akhirnya kini muncul tren sekolah bilingual dan kurikulum ganda (nasional dan internasional,mengadopsi kurikulum dari luar negeri). Masalahnya, yang dikhawatirkan masyarakat jadi korban industrialisasi dunia pendidikan. Sekolah bukan lagi usaha membimbing anak menggapai ilmu pengetahuan, tapi adalah sarana menuju kemenangan. Lihat saja, sekarang hampir semua anak sekolah tidak hanya belajar di sekolah. Mereka juga ikut les privat dengan alasan membantu pemahaman tentang materi ajar di sekolah dan juga les nonakademik demi pengembangan bakat (katanya). 

Kenapa Ayah/ Bunda seringkali menilai anak-anak itu malas dan tidak punya motivasi untuk mencapai hasil terbaik? Kenapa Ayah/ Bunda selalu menyuruh anak-anak untuk belajar, bahkan ketika liburan sekolah? Setiap orang membutuhkan istirahat, termasuk buah hati Ayah Bunda. Seperti juga kita yang setiap hari bekerja, anak-anak juga perlu istirahat dan rekreasi. Salah satu kebutuhan vital yang dibutuhkan semua orang adalah kenyamanan. Seseorang tidak akan dapat melakukan apapun dengan hasil memuaskan ketika tidak dalam kondisi nyaman, fisik dan psikis. Coba saja, bagaimana mungkin dapat bekerja dengan baik ketika sakit. Demikian juga anak. Tidak mungkin mereka bisa menikmati aktivitas sekolah ketika dia merasa kegiatan bersekolah tidak membuat nyaman akibat berbagai tekanan yang didapatnya. Apalagi aktivitas itu menguasai kehidupannya sampai saat liburan sekolahpun mereka masih harus berurusan dengan beribu tugas yang dibebankan guru + celoteh orang tua soal belajar. Jadi, jelas sebagai orangtua atau guru tidak boleh memaksakan apa yang dianggap baik kepada anak-anak. 

Sekalipun kita tahu si anak punya potensi yang sangat bisa dikembangkan. Jika hal itu dilakukan, saya lebih dari yakin bahwa anak tidak akan merasakan kebahagiaan akibat rasa tertekan yang dialaminya. Akhirnya, hasil optimal yang diharapkan akan semakin jauh dari jangkauan. Walau begitu, bukan berarti kita tidak perlu melakukan apapun. Ada satu hal yang justru wajib dilakukan agar anak-anak itu dapat mencapai hasil optimal sesuai potensinya. 

Kalau Ayah Bunda menilai anak berbakat adalah kebutuhan, artinya anak berbakat adalah aset guna meraih kebahagiaan, satu hal itu adalah membuat anak membutuhkan hal itu. Tidak ada orang lapar dan tidak berusaha mati-matian untuk mendapatkan makanan. Jadi agar anak mau melakukan apa yang Ayah Bunda inginkan, Ayah Bunda hanya perlu menciptakan kebutuhan itu dan dia dengan sendirinya akan berusaha mendapatkannya. Anda tidak lagi perlu memaksa/ memarahinya. Jika Ayah Bunda menilai anak berbakat sebagai sebuah kebahagiaan, maka satu hal yang perlu dilakukan adalah membimbing anak untuk mensyukuri apa yang dimiliki dengan merawat dan mengembangkan kelebihannya itu. Jika Ayah Bunda pakai sudut pandang kebutuhan, sangat mungkin Ayah Bunda akan memacu anak demi mencapai puncak prestasi dan mendapat kebahagiaan dengan memenangkan persaingan. Dalam hal ini, Ayah Bunda perlu mempersiapkan diri untuk mengatasi persoalan yang akan anda hadapi. Diantaranya, anak ternyata tidak memiliki potensi sebesar yang Ayah Bunda kira. Anak mogok karena kejenuhan yang dirasakan sudah mencapai puncaknya. Artinya, jika ini yang Ayah Bunda rencanakan, coba pelajari dulu potensi anak sebenarnya, keinginan dan kebutuhan anak dan siapkan juga pendidikan moralnya agar dia benar-benar bisa menjadi seperti yang anda inginkan.

Terakhir, Ayah Bunda perlu menyadari bahwa bukan anda yang melakukan. Jadi keberhasilan sepenuhnya tergantung si anak, bukan Ayah Bunda yang menentukan. Siapkan juga agar Ayah Bunda tidak frustrasi ketika keinginan itu tidak tercapai. Sekarang dampak apa yang kira-kira terjadi jika Ayah Bunda mengacu pada sudut pandang kebahagiaan. Sangat mungkin Ayah Bunda akan memberi pilihan kepada anak dan biarkan dia membuat keputusannya sendiri

Dasarnya, jelas karena Ayah Bunda ingin anak menikmati keberbakatannya itu sehingga akhirnya bisa berkembang mencapai titik optimal. Resikonya, Ayah Bunda mungkin saja akan mendapati anak berganti-ganti aktivitas. Entah karena bosan atau merasa tidak mampu. Ayah Bunda perlu mencermati hal ini karena intensitas rasa bosan dan atau kegagalan akan dapat membuat anak frustrasi. Jadi anda perlu mendampingi dengan memberi pengetahuan tentang pilihan yang ada secara komprihensif agar dia benar-benar mengerti apa yang akan dihadapi bila memilih yang ini dan apa yang terjadi jika pilih yang itu.

Popular Posts