Seberapa Pentingkah Bermain Bagi Perkembangan Buah Hati Ayah Bunda?
Peran Bermain Bagi Perkembangan Anak |
Apalah gunanya bermain bagi anak-anak? Itu hanya sekadar pengisi waktu luang. Tidak sedikit orang tua beranggapan demikian. Padahal lewat aktivitas bermain, anak-anak dapat menguasai berbagai keterampilan fisik dan sosial serta dapat mengembangkan psikologi dan kepribadian secara sehat. Banyak orang tua lupa atau mungkin tidak tahu bahwa bermain merupakan bagian penting dalam kehidupan seorang anak, terutama usia balita dan usia sekolah. Gejala-gejala umum yang tampak terutama di kota-kota, anak-anak malah dijejali berbagai kegiatan, baik akademis maupun nonakademis untuk mengejar prestasi. Akibatnya banyak waktu anak-anak tersita untuk mengerjakan berbagai tugas sekolah maupun mengikuti bermacam-macam les yang belum tentu mereka sukai. Si anak mungkin terpaksa melakukan untuk memenuhi ambisi orang tuanya. Padahal anak-anak perlu diberi kesempatan penuh untuk bermain dan berkreasi, yang tujuannya sama penting dengan belajar.
Bermain bagi anak-anak adalah kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan atau kepuasan. Bermain bagi anak-anak merupakan kegiatan yang saling berkaitan dengan bekerja, karena bermain merupakan persiapan untuk bekerja. Peralihan kegiatan dari bermain menjadi bekerja memerlukan proses belajar. Sehingga bermain bagi anak-anak juga perlu arahan orang tua/guru/orang dewasa lain yang diperoleh anak dalam segiafektif, kognitif maupun psikomotor, di samping unsur kesenangan.
Menurut para ahli psikologi, perkembangan bermain pada anak-anak akan diikuti perkembangan kognitif, sehingga akan terjadi perubahan kegiatan bermain dari bayi, anak, remaja sampai dewasa. Secara psikologi, ada empat tahap dalam perkembangan bermain bagi anak-anak yang pembagiannya berdasarkan usia.
1. Tahap pertama, anak yang berusia antara 0 sampai 18 bulan atau 24 bulan. Pada tahap ini akan menggunakan refleks, kemampuan penginderaan dan keterampilan motorik yang sudah dikuasai untuk memperoleh pengetahuan serta keterampilan baru. Anak-anak perlu dirangsang untuk mengamati lingkungan sekitarnya dan mengambil inisiatif sendiri untuk menyenangkan diri mereka sendiri. Karena itu, kegiatan bermain bersifat bebas, spontan dan tidak ada aturan permainan. Kegiatan-kegiatannya antara lain berupa latihan menggunakan dan mempertajam penginderaan,meraih, menendang, memukul, merangkak dan menendang.
2. Tahap kedua, anak yang berusia antara 2 tahun sampai 6 tahun atau 7 tahun. Pada tahap ini anak mulai mampu berpikir simbolik dan mampu berbicara untuk memahami lingkungannya. Cara berpikirnya masih terpusat pada diri sendiri dan anak masih belum mampu menerapkan hukum-hukum logika terhadap pengalaman dan pikirannya. Bila imajinasi anak bertambah, secara bertahapcara berpikir anak tidak lagi terpusat pada diri sendiri, sehingga sosialisasi dapat dikembangkan. Melalui bermain, anak-anak melatih diri untuk lebih menguasai gerakan motorik kasar dan halus, atau melakukan kegiatan berpikir seperti klasifikasi. Tata cara hidup di masyarakat seperti disiplin dan aturan-aturan sudah mulai dikenal.
3. Tahap ketiga, anak yang berusia antara 7 tahun sampai 11 tahun atau 12 tahun. Pada tahap ini kemampuan anak berpikir, mengingat dan berkomunikasi akan semakin baik karena anak telah berpikir lebih logis. Kegiatan bermain anak-anak pada tahap ini ditandai dengan sosial play. Anak mulai menaruh minat untuk bermain dengan teman-temannya dan tertarik pada mainan yangmenggunakan aturan-aturan tertentu.
4. Tahap keempat, anak yang berusia 12 tahun ke atas. Pada tahap ini anak-anak sudah dapat berpikir abstrak, membuat hipotesa atau dugaan-dugaan secara lebih baik, tidak terlalu terikat pada hal-halyang konkret. Pada usia 15 tahun, remaja mulai menaruh perhatian pada literatur, dunia kerja danmencari pemecahan persoalan-persoalan. Kegiatan bermain umumnya sama dengan tahap ketiga.
Banyak manfaat yang diperoleh dari kegiatan bermain, sehingga anak-anak dapat mengembangkan berbagai aspek yang diperlukan untuk persiapan masa depan. Bermain antara lain membantu perkembangan tubuh, perkembangan emosional, perkembangan sosial, perkembangan kognitif dan moral serta kepribadian maupun bahasa. Bermain juga bisa dijadikan media untuk membina hubungan yang dekat antar anak, atau anak dengan orang tua/guru/orang dewasa lainnya sehingga tercipta komunikasi yang efektif. Namun ada beberapa kendala dalam pelaksanaan cara belajar sambil bermain ini,antara lain tekanan orang tua yang beranggapan bahwa yang terpenting di Taman Kanak-kanak adalah membaca, berhitung dan menulis, sedangkan bermain tidak ada gunanya. Juga ada pendidik yang ragu-ragu melaksanakan bermain untuk belajar di dalam kelas, karena khawatir anak-anak menjadi tidak terkendali dan kelas menjadi kacau. Memang ada pendidik yang kurang atau tidak memahami tingkat atau masa perkembangan anak, sehingga tidak tahu batas mana yang dapat diterima dan dicerna anak. Disarankan agar sebaiknya mainan dikeluarkan sedikit demi sedikit, dan anak-anak diberi dorongan untuk mengembangkan permainan yang dimilikinya.
Jangan batasi keinginan anak untuk bermain. Dalam bermain pada anak-anak hal yang paling mendasar harus dilakukan orang tua/pendidik adalah berbicara, mendorong, menunjukkan dan mencari variasi. Tema utama dalam bermain anak adalah sosial, emosional, kognitif dan motorik. Lewat kegiatan bermain ini, anak-anak mendapatkan 5 aspek yaitu, affection (rasa dicintai), acceptance (rasa diterima) dan attention (perhatian dan perawatan)serta approval (kesempatan melakukan hal-hal yang disenangi) maupun appreciation (penghargaanyang tepat atas hasil kerja dan minat si anak). Kegiatan bermain merupakan hal yang menyenangkan dan sekaligus merangsang pertumbuhan seluruh aspek perkembangan bayi dan anak. Bahwa sewajarnya kegiatan bermain tidak hanya dilihat sebagai suatu kekhasan dunia anak-anak, melainkan juga sebagai hak anak. Jangan merampas hak anak itu dan menjejalinya dengan ilmu pengetahuan demi ambisi orang tua.