Membaca di Usia Dini

Tempat Penitipan Anak di Pekanbaru
Membaca di Usia Dini
Banyak anak yang telah terampil membaca di usia dini, tetapi begitu memasuki usia SD mulai kehilangan gairah membaca. Mereka bisa mengeja saat baru memasuki kelompok bermain (playgroup), tapi saat remaja sangat enggan menyentuh buku. Dan inilah yang banyak kita jumpai. Anak-anak dilatih untuk mampu membaca saat mereka masih balita, tapi begitu usia sekolah hilang gairahnya membaca, hilang pula antusiasme belajarnya. 

Apa yang salah? 

Mereka hanya diajari kemampuan membaca, tapi tidak ditumbuhkan kecintaannya pada membaca, kebanggaan terhadap kegiatan tersebut (bukan bangga pada diri sendiri) dan tidak pula ditanamkan keyakinan tentang manfaat membaca serta kesediaan untuk berpayah-payah mencari kesempatan membaca. Jika membaca itu sesuatu yang membanggakan sekaligus sangat berharga, anak akan siap bercapek-capek untuk memperoleh buku. Bahkan bila perlu harus kehilangan uang saku untuk mendapatkan buku. Hasil penelitian Prof. Dr. Kathy Hirsh-Pasek, penulis buku Einstein Never Used Flashcards sekaligus satu-satunya orang yang diizinkan melakukan penelitian di The Better Baby Institute Philadelphia pimpinan Glenn Doman, menarik untuk kita perhatikan. Metode yang diklaim mampu menghasilkan anak-anak jenius melalui pembelajaran membaca dan belakangan berhitung sejak bayi ini, ternyata tidak pernah melahirkan satu jenius pun. Sebaliknya, berdasarkan riset Kathy Hirsh-Pasek, anak-anak yang diajari membaca menggunakan metode Glenn Doman justru cenderung kehilangan antusiasme membaca maupun belajar di usia-usia sekolah hingga masa berikutnya. Anak memang mampu membaca di usia yang jauh lebih dini dibanding teman-temannya, tetapi kehilangan gairah saat ia seharusnya  banyak belajar. 

Pertanyaannya, apa artinya mampu jika anak tak mau? Apa manfaatnya bisa membaca jika mereka tak menyukainya? 


Maka sangat wajar jika saat balita tampak begitu cerdas dan menggemaskan, tetapi begitu usia sekolah dasar sangat enggan menyentuh buku. Ini sama seperti budaya belajar. Jika sekolah tidak membangun budaya belajar yang kuat, kelas satu semangatnya berkobar-kobar, kelas dua masih berkibar, tapi begitu kelas empat bikin guru dan orangtua berdebar-debar. Apalagi saat anak memasuki kelas enam ketika mereka seharusnya bersiap menghadapi ujian akhir. Padahal jika anak memiliki budaya belajar yang besar, kelas satu mereka bersemangat meskipun mungkin masih belum mampu membaca, kelas dua semakin bersemangat dan selanjutnya di kelas empat mulai menjadi pembelajar mandiri. Anak-anak menyenangi belajar sehingga tak perlu menunggu perintah guru dan teriakan orangtua untuk bergegas melahap bacaan bermutu maupun mengerjakan tugas di rumah. 

Saya tidak pernah tinggal di luar negeri. Tapi ada cerita menarik dari rekan-rekan yang tinggal di luar negeri ketika saya berkunjung ke sana atau berbincang melalui fasilitas internet maupun telepon selular. Anak-anak yang belajar di Australia, Inggris atau Jepang mulai belajar membaca secara formal ketika mereka masuk SD. Artinya, saat memulai pendidikan di sekolah dasar, mereka belum mampu membaca. Mampu saja belum, apalagi terampil. Pada masa SD, sekolah menekankan betul pembentukan budaya literasi yang dibarengi dengan kemampuan literasi (baca-tulis). Sekolah membentuk kecintaan dan gairah anak terhadap membaca, memperoleh pengalaman mengesankan dengan kegiatan membaca, dan bukan menekankan pada keterampilan membaca di usia dini. Ketika kemauan membaca telah tertanam sangat kuat pada diri anak, maka akan lebih mudah bagi mereka belajar kemampuan membaca. Maka tatkala usianya semakin bertambah dan minatnya semakin berkembang, anak-anak tetap bergairah membaca. Inilah yang menjaga keberlangsungan minat baca mereka yang berimbas nyata terhadap budaya belajar

Apa artinya? 

Kemauan membacalah yang lebih penting kita bangun. Tak usah bergenit-genit dengan kemampuan anak membaca dan berhitung di usia dini. Kalaupun kemudian mereka mampu membaca di usia dini, tidak menjadi masalah sepanjang itu akibat dari minat besarnya terhadap membaca. Bukan akibat dilatih. Kemauan yang kuat memudahkan anak meraih kemampuan. Sebaliknya, kemampuan tanpa kemauan akan menjadikan mereka mudah mengalami kebosanan dan kejenuhan membaca.

*diambil dari berbagai sumber

Mencari Tempat Penitipan Anak dengan Sistem PAUD "Bermain Sambil Belajar"

Popular Posts